Luangkan Waktumu
"Luangkan Waktumu"
Aku menghabiskan satu jam di sebuah bank dengan ayahku. Beliau hendak mentransfer sejumlah uang. Aku tak
bisa menahan diri untuk bertanya. “Kenapa tidak aktifkan saja internet banking?”
“Kenapa kita mesti melakukan itu?” Ayahku balik bertanya.
“Ya, supaya kita tidak perlu menghabiskan sejam hanya untuk transfer. Kita bahkan bisa belanja online, dan segala
sesuatunya akan menjadi sangat mudah.” Aku begitu bersemangat memperkenalkannya pada dunia internet
banking.
Ayahku lantas bertanya, “Jadi kita tidak harus keluar rumah?”
“Ya, ya betul,” kataku bersemangat. Aku bercerita bahkan sayuran pun bisa dikirim sampai depan pintu. Dan
bagaimana perusahaan besar seperti Amazon dan Alibaba mampu mengirim apapun yang kita inginkan dan kita
pesan!
Jawaban orangtuaku membuat lidahku tercekat.
“Sejak ayah masuk ke bank hari ini, ayah sudah bertemu dengan 4 teman, mengobrol sebentar dengan pegawai
bank yang sudah mengenal keluarga kita dengan baik. Kamu tahu, Nak, ayah dan ibumu kan tinggal sendirian.
Temanlah yang kami perlukan.”
Ayahku melanjutkan. “Saat ini, bagi ayah, pertemuan dengan orang lain terasa penting. Dua tahun lalu, Ayah jatuh
sakit. Pemilik warung langganan dan anaknya menjenguk ayah, duduk di ruang keluarga, menemani mengobrol dan
menghibur kami. Ketika ibumu jatuh waktu jalan pagi beberapa hari lalu, petugas keamanan keliling melihatnya dan
segera mengantarkan ibu ke rumah, sebab ia tahu di mana kami tinggal.”
“Apakah ayah dan ibu akan mengalami sentuhan manusia jika segala sesuatunya menjadi online? Ayah ingin mengenal pribadi yang sedang berelasi dengan ayah. Bukan sekedar ‘seller’. Ini menciptakan ikatan dan rasa aman.Nak, teknologi memang penting tapi bukanlah inti kehidupan. Ingat untuk meluangkan waktu bersama orang-orang di sekitarmu, bukan dengan gadget.”
Aku menghabiskan satu jam di sebuah bank dengan ayahku. Beliau hendak mentransfer sejumlah uang. Aku tak
bisa menahan diri untuk bertanya. “Kenapa tidak aktifkan saja internet banking?”
“Kenapa kita mesti melakukan itu?” Ayahku balik bertanya.
“Ya, supaya kita tidak perlu menghabiskan sejam hanya untuk transfer. Kita bahkan bisa belanja online, dan segala
sesuatunya akan menjadi sangat mudah.” Aku begitu bersemangat memperkenalkannya pada dunia internet
banking.
Ayahku lantas bertanya, “Jadi kita tidak harus keluar rumah?”
“Ya, ya betul,” kataku bersemangat. Aku bercerita bahkan sayuran pun bisa dikirim sampai depan pintu. Dan
bagaimana perusahaan besar seperti Amazon dan Alibaba mampu mengirim apapun yang kita inginkan dan kita
pesan!
Jawaban orangtuaku membuat lidahku tercekat.
“Sejak ayah masuk ke bank hari ini, ayah sudah bertemu dengan 4 teman, mengobrol sebentar dengan pegawai
bank yang sudah mengenal keluarga kita dengan baik. Kamu tahu, Nak, ayah dan ibumu kan tinggal sendirian.
Temanlah yang kami perlukan.”
Ayahku melanjutkan. “Saat ini, bagi ayah, pertemuan dengan orang lain terasa penting. Dua tahun lalu, Ayah jatuh
sakit. Pemilik warung langganan dan anaknya menjenguk ayah, duduk di ruang keluarga, menemani mengobrol dan
menghibur kami. Ketika ibumu jatuh waktu jalan pagi beberapa hari lalu, petugas keamanan keliling melihatnya dan
segera mengantarkan ibu ke rumah, sebab ia tahu di mana kami tinggal.”
“Apakah ayah dan ibu akan mengalami sentuhan manusia jika segala sesuatunya menjadi online? Ayah ingin mengenal pribadi yang sedang berelasi dengan ayah. Bukan sekedar ‘seller’. Ini menciptakan ikatan dan rasa aman.Nak, teknologi memang penting tapi bukanlah inti kehidupan. Ingat untuk meluangkan waktu bersama orang-orang di sekitarmu, bukan dengan gadget.”
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan pesan jika Anda punya saran, kritik, atau pertanyaan seputar topik pembahasan.
Catatan :
Komentar ini menggunakan moderasi, setiap komentar yang masuk akan diperiksa terlebih dahulu sebelum ditampilkan. Hanya komentar yang berkualitas dan relevan dengan topik di atas yang akan ditampilkan. Harap gunakan sebaik-baiknya dan sebijak mungkin form ini. Terima kasih untuk kerja samanya. (Misqatul Anwar Mus.)